Selasa, 29 Desember 2015

Revolusi Rusia Hingga Pemerintahan Uni Soviet




1.       Revolusi  Rusia (1917)
a.    Pendahuluan

Pada tahun 1894, Tsar Alexander III digantikan oleh putranya, Nicholas II, yang berkomitmen untuk mempertahankan sistem otokrasi di Rusia. Revolusi Industri Rusia mulai menunjukkan pengaruh yang signifikan. Namun, Partai Sosialis-Revolusioner justru menuntut dilakukannya distribusi tanah untuk para petani. Kelompok radikal lain adalah Partai Tenaga Kerja Sosial-Demokrat, salah satu partai Marxisme di Rusia. Sosial-Demokrat berbeda dari Sosialis-Revolusioner, bahwa mereka percaya revolusi harus berawal dari para pekerja dan buruh di perkotaan, bukan oleh kaum tani.

Kekalahan dalam Perang Rusia-Jepang (1904-1905) adalah pukulan besar bagi rezim Tsar Nicholas II dan semakin meningkatkan potensi kerusuhan dan pemberontakan di dalam negeri. Pada Januari 1905, sebuah insiden yang dikenal
Tragedi Minggu Berdarah di St. Petersburg
sebagai "Minggu Berdarah" terjadi ketika Pastor Gapon memimpin kerumunan massa di Istana Musim Dingin, St. Petersburg, untuk mengirimkan sebuah petisi kepada Tsar. Ketika massa mencapai istana, militer menembaki kerumunan, dan menewaskan ratusan orang. Publik Rusia begitu marah atas pembantaian tersebut. Hal ini menandai awal dari Revolusi Rusia tahun 1905. Soviet (dewan pekerja) muncul di kota-kota untuk mengarahkan aktivitas revolusioner. Rusia lumpuh, dan pemerintahan kekaisaran tak berdaya mengahadapi gejolak-gejolak yang terjadi di seluruh negeri.


Tsar Nicholas II

Pada tahun 1904, Tsar Nicholas II dan istrinya, Tsarina Alexandra, akhirnya memiliki seorang putra, Tsarevich Alexei Nikolaevich. Namun, Alexei mewarisi penyakit genetik yang berasal dari keluarga ibunya, Alexandra (yang merupakan cucu Ratu Victoria dari Inggris), yaitu hemofilia, penyakit yang telah menjangkit banyak bangsawan kerajaan-kerajaan Eropa.

Tsar Nicholas II dan Rusia memasuki Perang Dunia I dengan semangat membela sesama kaum Ortodoks Slavia di Eropa Timur dan Balkan. Pada bulan Agustus 1914, tentara Rusia menyerbu Provinsi Prusia Timur milik Jerman dan menduduki sebagian besar Austria. Namun, kontrol Jerman atas Laut Baltik dan kontrol koalisi Jerman-Utsmaniyah atas Laut Hitam mengakibatkan Rusia terputus dari sebagian besarpasokan bantuan asing dan pasar perdagangan yang potensial.

Pada 3 Maret 1917, pemogokan massal terjadi pada sebuah pabrik di ibukota St. Petersburg, dalam seminggu hampir semua pekerja di kota melakukan pemogokan serupa, dan kerusuhan jalanan pecah.

Pada akhir Revolusi Februari yaitu tanggal 2 Maret (Kalender Julian) atau 15 Maret (Kalender Gregorian) 1917, Nicholas II memilih untuk turun tahta. Nicholas II menyusun rencana untuk menobatkan Adipati Agung Michael sebagai tsar berikutnya atas seluruh Rusia. Adipati Agung Michael menolak untuk naik tahta sampai ia diizinkan untuk memilih melalui Majelis Konstituante untuk kelanjutan Rusia sebagai sebuah negara monarki atau republik.

Pada bulan Agustus 1917, Alexander Kerensky, yang menjabat sebagai perdana menteri Pemerintahan Sementara Rusia, mengevakuasi Nicholas II beserta istri dan anak-anaknya ke kota Tobolsk di Pegunungan Ural, diduga untuk melindungi mereka dari dampak meningkatnya revolusi. Di sana mereka tinggal di bekas kediaman gubernur dalam kenyamanan yang cukup. Pada bulan Oktober tahun 1917 kaum Bolshevik berhasil merebut kekuasaan dari pemerintahan sementara pimpinan Kerensky.



b.    Latar Belakang

·  Ketidakpuasan terhadap Tsar Nicholas II

·  Pemerintahan ini dianggap feodalistik, sehingga kelterbelakangan dalam bidang sosial dan ekonomi

·  Anggapan Tsar Nicholai II sangat konservatif dan otoriter

·  Kekacauan ekonomi Pasca Perang Dunia I, sehingga kelaparan berkepanjangan

·  Munculnya kaum terpelajar
c.    Jalannya Revolusi
Suasana Revolusi Rusia


Pada tanggal 23-27 Februari 1917, Revolusi Rusia pun terjadi akibat dari rentetan permasalahan tersebut. Revolusi ini terbagi menjadi dua fase:

·  Yang pertama adalah Revolusi Februari 1917, yang mengganti otokrasi Tsar Nikolai II Russia, Tsar Russia yang efektif terakhir, dan mendirikan republik liberal.

·  Fase kedua adalah Revolusi Oktober yang diinspirasikan oleh Vladimir Lenin dari partai Bolshevik, memegang kuasa dari Pemerintahan Provinsi. Revolusi kedua ini memiliki efek yang sangat luas, memengaruhi daerah kota dan pedesaan. Meskipun banyak kejadian bersejarah terjadi di Moskwow  dan Saint Petersburg, ada juga gerakan di pedesaan di mana rakyat jelata merebut dan membagi tanah.

Pemerintahan Sementara Rusia dibentuk di Petrograd setelah runtuhnya kekaisaran Rusia dan abdikasi Tsar Nicholas II.  Ketika kekuasaan pemerintahan Tsar mulai berdisintegrasi setelah Revolusi Februari tahun 1917, Duma dan Petrograd Soviet, bersaing untuk memperoleh kekuasaan. Tsar Nicholas II berabdikasi pada tanggal 15 Maret. Transfer kekaisaran legal diberikan dengan proklamasi yang ditandatangani oleh Adipati Agung Michael, dan pemerintahan sementara terus berkuasa sampai Dewan Konstituante Rusia menentukan pembentukan pemerintahan di Rusia.
d.     Perang Saudara Rusia
Suasana Perang Sipil Rusia


Perang saudara Rusia adalah perang saudara yang terjadi dari tahun 1918 sampai tahun 1922 antara beberapa kelompok dan negara di Rusia. Pertempuran utama terjadi antara dua kelompok besar, yaitu Pemerintah Uni Soviet yang baru dengan Tentara Merah dan Kelompok Nasionalis Rusia dengan Tentara Putih. Tentara Merah adalah cabang angkatan bersenjata Uni Soviet yang dibentuk mengikuti Revolusi Oktober tahun 1917. Tentara Putih yang disokong oleh beberapa negara sekutu, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Polandia, Italia, Jepang dan beberapa negara lainnya melawan pemerintah Rusia yang baru dibawah kendali Bolshevik. Beberapa negara bagian juga memberontak menentang pemerintahan komunis Uni Soviet. Akhirnya, Uni Soviet berhasil memenangkan perang ini dan semakin memperkuat kedudukannya atas daerah-daerah eks Kekaisaran Rusia.

2.       Pemerintahan Uni Soviet (1922-1991)

Bendera Uni Soviet

a.    Periode Awal
Vladimir Lenin
Vladimir Lenin


Uni Soviet secara resmi didirikan pada bulan Desember 1922 dengan anggota RSFS Rusia, RSS Ukraina, RSS Byelorusia, dan RSFS Transkaukasia yang masing-masing dipimpin oleh Partai Bolshevik setempat. Lenin ditunjuk sebagai Pemimpin Uni Soviet yang pertama. Walaupun Uni Soviet didirikan sebagai federasi, sebutan "Soviet Rusia" – yang sebenarnya hanya berlaku bagi RSFS Rusia – seringkali disalahgunakan untuk menyebut Uni Soviet secara keseluruhan oleh penulis dan politisi non-Soviet.
b.    Pemerintahan  Era Josef Stalin
Josef Stalin


Lenin wafat pada tahun 1924 dan digantikan oleh Josef Stalin. Pada masanya, ia memodernisasi pertanian dengan program kolektivisasi yang terkenal ganas dan mengakibatkan banyak rakyatnya mati kelaparan, dibuang ke kamp-kamp konsentrasi di Siberia, atau ditembak mati oleh aparat pemerintah (terutama NKVD). Stalin juga membunuh banyak orang yang dianggapnya sebagai pembangkang, termasuk golongan militer. Pembersihan Besar-Besaran pada tahun 1937 adalah yang terburuk. Selain itu, ia turut memprakarsai industrialisasi Uni Soviet meski lebih ditujukan untuk kepentingan militer.

Pada tahun 1939, Soviet menandatangani pakta non-agresi dengan Nazi Jerman yang memberi jalan bagi Uni Soviet untuk mencaplok bagian timur Polandia, negara-negara Baltik, dan Bessarabia. Pencaplokan Soviet atas Polandia diwarnai dengan adanya Pembantaian Katyn, pembunuhan massal 20.000 orang Polandia oleh NKVD. Walaupun demikian, isi pakta ini dilanggar oleh Nazi yang menyerang Uni Soviet pada bulan Juni 1941. Setelah mengalami kekalahan demi kekalahan, Tentara Merah berhasil menahan serbuan Nazi pada tahun 1943 dan akhirnya berhasil mengusir mereka dari Eropa Timur. Daerah-daerah yang dulunya dikuasai Nazi, termasuk sebagian Jerman, direbut oleh Soviet. Walaupun lebih dari 20 juta rakyat Uni Soviet terbunuh dalam Perang Patriotik Raya, dunia mulai memperhitungkan kekuatan angkatan bersenjata Soviet.

Pascaperang, Uni Soviet mengubah strategi pendudukannya di Eropa Timur, dari militer ke dominasi politik dan ekonomi meskipun tentara Soviet tetap ditempatkan di negara-negara tersebut hingga keruntuhannya kelak. Strateginya adalah menunjuk rezim pro-komunis setempat untuk memerintah negara-negara tersebut di bawah pengawasan Moskwa. Selain itu, Soviet juga berusaha mengembangkan pengaruhnya ke luar negeri, terutama ke beberapa negara tetangganya seperti Finlandia dan Afganistan. Hal ini memicu reaksi negatif dari negara-negara Barat yang berakibat dimulainya Perang Dingin. Dalam masa yang sama, Stalin berusaha membangun kembali ekonomi Soviet yang porak poranda akibat perang sambil meneruskan kebijakan lamanya, yaitu membangun industri berat dan militer serta menindas para pembangkang. Pada masa inilah, Uni Soviet mulai berkonfrontasi dengan kekuatan Barat dengan mendukung Korea Utara dalam Perang Korea pada tahun 1950.
c.     Pemerintahan  Pasca Stalin dan Perang Dingin
Pidato Nikita Kruschev membahas program destalinisasi
Pidato Nikita Kruschev berisi membahas program destalinisasi


Stalin meninggal pada tahun 1953 dan digantikan oleh Nikita Khrushchev. Pada masanya, ia mengubah kebijakan Stalin yang tergolong kejam melalui proses destalinisasi dan berusaha memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Meskipun demikian, konfrontasi dengan Barat tetap ada. Pada masa inilah terjadi perlombaan angkasa dan senjata nuklir. Khrushchev dilengserkan dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis dan Kepala Negara Uni Soviet pada tahun 1964 setelah Krisis Rudal Kuba setahun sebelumnya yang nyaris memicu perang nuklir antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat.


Setelah Khrushchev dilengserkan, Uni Soviet kembali dipimpin secara bersama-sama oleh Leonid Brezhnev sebagai Sekretaris Jenderal, Alexei Kosygin sebagai Perdana Menteri, dan Nikolai Podgorny sebagai Ketua Presidium hingga 1970 saat Brezhnev mengangkat dirinya sebagai pemimpin tunggal. Pada tahun 1968, Uni Soviet dan negara-negara anggota Pakta Warsawa menginvasi Cekoslowakia untuk mencegah meluasnya reformasi Musim Semi Praha.


Pada masanya, Brezhnev memulai politik détente yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan negara-negara Barat. Walaupun demikian, ia tetap berusaha mengembangkan pengaruh Soviet dengan mendukung salah satu pihak yang pro-komunisme, sosialisme, atau anti-Barat dalam berbagai konflik global dan perang saudara seperti mendukung negara-negara Arab dalam konflik melawan Israel, Vietcong dan Tentara Rakyat Vietnam dalam Perang Vietnam yang juga didukung oleh Tiongkok, MPLA di Angola, FRELIMO di Mozambik, SWAPO di Namibia, serta pemerintahan Sandinista di Nikaragua. Selain itu, ia juga menghidupkan kembali beberapa kebijakan Stalin yang bertumpu pada pembangunan industri berat dan militer.
erjanjian

Leonid Brezhnev dan Jimmy Carter menandatangani Traktat SALT II.

Era Brezhnev juga dikenal sebagai "Masa Stagnasi" karena birokrasi Soviet yang kaku saat itu menghalangi inovasi dan pembaruan dalam segala bidang, terutama bidang politik, ekonomi, dan teknologi. Pada tahun 1980, pecah Perang Soviet-Afganistan yang mengakhiri kebijakan détente sehingga membuat Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Jimmy Carter dan Ronald Reagan memperbarui ketegangan dan melanjutkan perlombaan senjata.


Setelah meninggal pada tahun 1982, kedudukan Brezhnev digantikan oleh Yuri Andropov dan Konstantin Chernenko yang masing-masing meninggal saat menjabat pada tahun 1984 dan 1985. Pasca-kematian Chernenko, Politbiro mengangkat Mikhail Gorbachev sebagai Sekretaris Jenderal pada bulan Maret 1985 yang menandai hadirnya generasi kepemimpinan yang baru. Di bawah Gorbachev yang relatif masih muda, para teknokrat berorientasi pembaruan yang telah mengawali karier mereka sejak masa kepemimpinan Khrushchev, dengan segera memperkuat kekuasaan di lingkungan Partai Komunis, memberikan momentum baru untuk liberalisasi politik dan ekonomi, serta mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan Barat.
d.    Pemerintahan  Era Gorbachev
Pertemuan Ronald Reagan dengan Mikhail Gorbachev


Pada saat Gorbachev memperkenalkan glasnost (keterbukaan politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi), perekonomian Uni Soviet mengalami inflasi tersembunyi yang diperparah oleh maraknya pasar gelap. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan sebagai negara adidaya dalam bidang militer, spionase, dan bantuan bagi negara-negara sahabat, telah banyak membebani perekonomian Uni Soviet. Gelombang baru industrialisasi yang didasarkan pada teknologi informasi membuat Uni Soviet kelabakan mengadopsi teknologi Barat dan mencari kredit untuk mengatasi keterbelakangannya.


Undang-Undang Koperasi yang diberlakukan pada bulan Mei 1988 merupakan salah satu kejutan dalam agenda pembaruan ekonomi Gorbachev. Untuk pertama kalinya sejak Kebijakan Ekonomi Baru yang digagas oleh Lenin, negara mengizinkan kepemilikan pribadi perusahaan dalam bidang jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri.


Pidato Mikhail Gorbachev berisi tentang "glasnost" dan "perestroika"

Glasnost memberi kebebasan berbicara dan berpendapat secara lebih besar. Kebebasan pers mulai diterapkan serta ribuan tahanan politik dibebaskan dari kamp-kamp kerja paksa. Tujuan utama Gorbachev mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum konservatif yang menentang kebijakan restrukturisasi ekonominya. Melalui berbagai keterbukaan, debat, dan partisipasinya, Gorbachev berharap rakyat Soviet akan mendukung setiap langkah pembaruannya.


Pada bulan Januari 1987, Gorbachev menyerukan demokratisasi dengan memperkenalkan unsur-unsur demokrasi seperti pemilihan umum dengan banyak calon dalam dinamika politik Uni Soviet. Pada bulan Juni 1988, dalam Kongres Partai Komunis Uni Soviet XIX, Gorbachev menggulirkan pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk mengurangi kendali Partai Komunis terhadap aparat pemerintah. Pada bulan Desember 1988, Majelis Agung Uni Soviet menyetujui pembentukan Kongres Perwakilan Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan dalam amandemen Konstitusi Soviet 1977 sebagai badan legislatif yang baru.
e.    Berakhirnya Uni Soviet
Upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis memang membawa harapan, tetapi tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan serangkaian peristiwa yang akhirnya ditutup dengan pembubaran Uni Soviet. Kebijakan perestroika dan glasnost yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang perekonomian Uni Soviet malah menimbulkan akibat-akibat yang tak diharapkan.


Penyensoran media yang tak lagi ketat akibat glasnost menyebabkan Partai Komunis tidak dapat berbuat banyak saat media mulai menyingkap masalah-masalah sosial dan ekonomi yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Selain itu, perang di Afganistan dan kekeliruan penanganan Bencana Chernobyl semakin merusak citra pemerintah. Keyakinan masyarakat terhadap sistem pemerintahan Soviet semakin melemah sehingga mengancam integritas Uni Soviet.


Pertikaian antarnegara anggota Pakta Warsawa membuat Uni Soviet tidak mampu lagi mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya. Pada tahun 1989, Doktrin Brezhnev ditanggalkan dan kebijakan untuk tidak ikut campur urusan dalam negeri negara-negara satelitnya di Eropa Timur dijadikan sebagai pengganti. Hal itu membuat pemerintahan di negara-negara satelit Uni Soviet di Eropa Timur kehilangan jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila rakyatnya memberontak. Pada akhirnya, pemerintahan berhaluan komunis di Bulgaria, Cekoslowakia, Hongaria, Jerman Timur, Polandia, dan Rumania yang berkuasa sejak akhir Perang Patriotik Raya runtuh.

Bangkitnya nasionalisme segera menghidupkan kembali ketegangan antaretnis di berbagai republik Soviet yang semakin memperlemah cita-cita persatuan rakyat Soviet. Sebagai contoh, pada bulan Februari 1988, pemerintah Nagorno-Karabakh, RSS Azerbaijan, yang didominasi oleh etnis Armenia, meloloskan keputusan yang menyatakan penggabungan wilayahnya dengan RSS Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang Azerbaijan diliput dan ditayangkan oleh televisi Soviet sehingga memicu adanya pembantaian terhadap orang-orang Armenia di Sumqayit. Ketegangan antaretnis ini kelak akan menjadi cikal bakal radikalisme dan terorisme pasca-keruntuhan Uni Soviet.


Pada tanggal 7 Februari 1990, Komite Pusat Partai Komunis setuju untuk melepaskan monopoli atas kekuasaannya. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai menegaskan kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa dan mulai melancarkan "perang undang-undang" dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintahan republik-republik anggota Uni Soviet, terutama Trio Baltik, yaitu Estonia, Lituania, dan Latvia, membatalkan semua undang-undang federal jika undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang setempat, menegaskan kendali mereka terhadap perekonomian setempat, dan menolak membayar pajak kepada pemerintah pusat di Moskwa. Gejolak ini menyebabkan macetnya ekonomi karena garis pasokan ekonomi dalam negeri rusak sehingga perekonomian Uni Soviet semakin merosot.
 
Boris Yeltsin memproklamirkan Federasi Rusia, pada tanggal 26 Desember 1991

Pada pertengahan Agustus 1991, kelompok garis keras di lingkungan Partai Komunis Uni Soviet bekerja sama dengan KGB mengadakan sebuah percobaan kudeta terhadap Gorbachev, tetapi gagal. Pada tanggal 8 Desember 1991, Presiden RSFS Rusia, RSS Ukraina, dan RSS Byelorusia menandatangani Perjanjian Belavezha yang menandakan pembubaran kesatuan dan digantikan fungsinya oleh Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS). Sementara ada banyak perdebatan mengenai siapa yang berhak membubarkan Uni Soviet, Gorbachev meletakkan jabatannya sebagai Presiden Uni Soviet pada tanggal 25 Desember 1991 dan memberikan kekuasaannya kepada Boris Yeltsin. Puncaknya, Majelis Agung Uni Soviet membubarkan dirinya pada tanggal 26 Desember 1991 yang sekaligus menandakan bubarnya Uni Soviet sebagai suatu federasi, hanya terpaut empat hari sebelum hari jadinya yang ke-69.